Sebuah makalah yang ditulis oleh tim peneliti dari University of Pennsylvania dan diterbitkan dalam jurnal Science menyebutkan bahwa hormon tanaman dipercaya berperan dalam proses pembentukan bunga dan juga dapat menghambat pembentukan bunga pada tanaman tahunan. Peran ganda hormon giberelin tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil panen. Studi ini dipimpin oleh Nobutoshi Yamaguchi dan Doris Wagner dari the School of Arts and Sciences’ Department of Biology. Wagner adalah profesor dan ketua pascasarjana,Yamaguchi adalah peneliti postdoctoral, dengan beberapa co-author yaitu Cara M. Winter, Miin-Feng Wu dan Ayako Yamaguichi. Tim tersebut berkolaborasi dengan Yuri Kanno dan Mitsunori Seo dari RIKEN Center for Sustainable Resource Science di Jepang.
Ilmuwan menduga bahwa tanaman yang berumur pendek dan tanaman berumur panjang atau tanaman keras mempunyai strategi yang berbeda dalam mengatur pembentukan bunga.
Salah satu bukti yang telah diketahui secara umum, giberelin dapat memicu pembentukan bunga pada tanaman berumur pendek dengan pengaruh faktor lingkungan yaitu suhu, musim serta penyinaran (photoperiod). Hal sebaliknya terjadi pada tanaman berumur panjang misalnya tanaman buah, semua orang mengetahui bahwa penyemprotan hormon giberelin akan menghambat pembentukan bunga. Hal ini menjadi sebuah teka-teki yang menarik, kenapa hormon yang sama dapat mempunyai fungsi yang berbeda pada 2 tipe tanaman tersebut ?
Untuk menjawab paradoks ini, tim peneliti memulainya dengan mencari gen yang berperan penting dalam proses pembentukan bunga. Secara spesifik mereka melakukan pencarian genom pada tanaman model Arabidopsis thaliana untuk menemukan target langsung protein LEAFY yang diketahui berperan dalam proses pembungaan.
Salah satu gen yang muncul diberi nama ELA1 yang menghasilkan enzim sitokrom dan telah terbukti mampu mengganggu kinerja giberelin. Penelitian lebih lanjut menemukan bahwa tanaman yang tidak mempunyai gen ELA-1 mengalami proses pembentukan bunga yang lebih lambat daripada tanaman yang normal.
Para peneliti juga menemukan bahwa tanaman yang tidak mempunyai protein LEAFY mempunyai kadar giberelin yang tinggi, dan tanaman yang direkayasa dengan meningkatkan produksi protein LEAFY menunjukkan karakteristik defisiensi giberelin yaitu kadar hormon rendah dan juga lebih pendek serta mempunyai kandungan klorofil lebih tinggi.
“Awalnya kami bingung karena giberelin seharusnya mendukung semua aktivitas yang mengarah pada proses pembentukan bunga,” kata Wagner. “Kemudian kami menemukan target langsung LEAFY ternyata berkaitan dengan katabolisme giberelin, bukti ini memberikan kami petunjuk bahwa giberelin juga berperan dalam menghambat pembentukan bunga. Tanaman yang secara genetik dimodifikasi untuk tidak menghasilkan giberelin dan tanaman yang ditreatmen dengan inhibitor giberelin menunjukkan tanda-tanda penundaan pada proses transisi pertama untuk proses perbungaan tetapi terjadi percepatan pembentukan bunga. Penyemprotan tanaman dengan giberelin memiliki efek sebaliknya.” Tambahnya, seperti dilansir dari laman University of Pennsylvania (8/5/2014)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua langkah transisi yang mengarahkan tanaman untuk menghasilkan bunga melibatkan peran giberelin. Sementara giberelin mempromosikan transisi pertama, di mana tanaman berhenti memproduksi batang dan daun dan menghasilkan perbungaan, hal itu menghambat tahap kedua, dimana bunga telah terbentuk.
Tim Penn menunjukkan bahwa mekanisme ini melibatkan naik turunnya kadar giberelin. Kadar giberelin yang tinggi menyebabkan tanaman mengakhiri fase perkembangan vegetatif. Pada kondisi tersebut aktivitas LEAFY dan ELA1 menyebabkan kerusakan giberelin. Protein yang berfungsi untuk menghambat aktivitas hormon tersebut memicu pembentukan bunga. Menurut Wagner, inilah kunci yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah bunga dan kapan terbentuk bunga.
Petani telah menggunakan gibberellin-deficient breeds of rice untuk menghasilkan tanaman padi yang lebih kompak sehingga tidak roboh dalam terpaan angin dan hujan. Sebuah pemahaman baru tentang peran giberelin yang diperoleh dari studi ini dapat membantu menciptakan bibit tanaman yang lebih produktif.
“Kami pikir itu dapat digunakan untuk meningkatkan hasil panen,” kata Wagner. “Benih adalah produk dari bunga jadi jika Anda ingin lebih banyak benih Anda perlu lebih banyak bunga. Kemampuan untuk memodulasi akumulasi atau degradasi giberelin dapat memungkinkan seseorang untuk mengoptimalkan atau meningkatkan produksi benih dan hasil panen dari tanaman.”
Tim Penn berencana untuk mengeksplorasi tanaman lain untuk melihat apakah giberelin beroperasi dengan cara yang sama di seluruh spesies termasuk pada tanaman keras. Selain itu mereka juga ingin mengeksplorasi bagaimana berbagai tingkat peristiwa regulasi memicu hormon baik yang menghambat atau meningkatkan produksi bunga.
Referensi Jurnal:
Nobutoshi Yamaguchi, Cara M. Winter, Miin-Feng Wu, Yuri Kanno, Ayako Yamaguchi, Mitsunori Seo, and Doris Wagner. Gibberellin Acts Positively Then Negatively to Control Onset of Flower Formation in Arabidopsis. Science, 9 May 2014.